Inti dari demokrasi Pancasila adalah sila keempat yang dalam mengambil keputusan lebih mengutamakan musyawarah dan mufakat. Dalam musyawarah, kita boleh berdebat, beradu argumentasi, mempertahankan pendapat yang kita anggap benar. Akan tetapi, apabila keputusan sudah diambil, masalah itu dianggap telah selesai dan putusan tersebut merupakan kesepakatan bersama. Karena musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur serta untuk dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, musyawarah harus bercirikan:
1. mengutamakan kepentingan bersama;
2. mengemukakan pendapat kita dengan bahasa yang santun;
3. tidak memaksakan kehendak kepada orang lain;
4. menghargai pendapat orang lain, meskipun pendapatnya berbeda;
5. mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan;
6. mengutamakan musyawarah untuk mufakat dengan diliputi oleh semangat kekeluargaan;
7. menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah;
8. melaksanakan musyawarah dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur;
9. mengambil keputusan harus dengan pertanggungjawaban secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan menjunjung tinggi harkat dan martabat serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Nilai-nilai yang harus tampak dalam pelaksanaan musyawarah adalah seperti sikap keterbukaan, konstruktif, berpikir jauh ke depan, bijaksana, menghargai pendapat orang lain dan kebersamaan, hal ini tentunya agar pelaksanaan musyawarah lancar dan sesuai dengan keinginan bersama.
Sebagai warga yang baik, setiap keputusan yang dihasilkan baik secara musyawarah atau voting (jika musyawarah sudah dilaksanakan maksimal) hendaknya diterima dengan penuh keikhlasan, kejujuran dan tanggung jawab. Sikap ikhlas seseorang dapat dilihat dalam penampilannya yang lembut serta penuh pengorbanan. Dalam perjalanan sejarah bangsa sejak kemerdekaan hingga sekarang, banyak pengalaman dan pelajaran yang dapat kita ambil, terutama di bidang politik khususnya pada pelaksanaan demokrasi. Ada tiga macam demokrasi yang pernah diterapkan dalam kehidupan ketatanegaraan kita, yaitu demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, dan demokrasi Pancasila. Ketiga macam demokrasi tersebut dalam realisasinya semuanya berakhir dengan ketidakberhasilan. Demokrasi liberal bermuara pada kegagalan konstituante menetapkan UUD pengganti UUDS 1950; demokrasi terpimpin mengarah pada terpusatnya kekuasaan negara di tangan presiden; demokrasi Pancasila sebagai implementasi dari sila keempat, pada implementasinya ketika Orde Baru mengarah juga pada terpusatnya kekuasaan negara di tangan seorang presiden.
Tanpa maksud menjelekkan semua hal yang berbau masa lalu, kita memang perlu mengkaji dan belajar dari perjalanan panjang yang telah kita lewati, dengan harapan kita tidak akan mengulanginya lagi dan dapat mengambil hikmah untuk perkembangan dan perbaikan kita di masa yang akan datang. Untuk itu, kita perlu mengembangkan nilai-nilai dan sikap cerdas, meliputi analisis, kritis, teliti, penuh perhitungan, rasional, antisipatif serta pengendalian diri.Satu hal yang patut kita renungkan bahwa apa pun namademokrasi yang kita anut dan kita terapkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, semuanya harus tetap dalam kerangka supremasi hukum dan peraturan perundangan yangberlaku. Untuk dapat mewujudkan keadaan seperti itu, kita harus memiliki nilai dan sikap disiplin yang tercermin pada nilai-nilai dan sikap taat asas, tegas, lugas, demokratis, terbuka, ikhlas, kooperatif, tertib, menjaga keamanan, dan kebersamaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar